Lokakarya: Asesmen Risiko Perubahan Iklim

Asesmen Risiko Perubahan Iklim

Lokakarya Asesmen Risiko Perubahan Iklim diselenggarakan Maret lalu secara hybrid dengan melibatkan peserta dari koperasi mitra YRE diantaranya: KSP Qaryah Thayyibah, KSU Gardu Tani Gedong Songo, KSPSS Tebar, KSPSS Usaha Syariah Bersama, Koperasi Samesta, KJUB Puspetasari, Koperasi UPP Kaliurang dan KPSP Setia Kawan. Secara daring, lokakarya ini dihadiri oleh peserta yang mewakili Lembaga koperasi dan lembaga yang berkepentingan terhadap koperasi. 

Lokakarya ini bertujuan agar lembaga koperasi dapat berperan sebagai agen perubahan dalam proses adaptasi perubahan iklim, dengan mengenali risiko-risiko perubahan iklim dan perbaikan Rencana Bisnis menjadi lebih adaptif terhadap perubahan iklim. Sasaran utama lokakarya ini adalah empat lembaga koperasi di Provinsi Jawa Tengah dan koperasi-koperasi lainnya dalam lingkup Green Cooperatives dan Program BIRU melalui rangkaian dua kegiatan Pelatihan Peningkatan Kapasitas dalam topik Climate-Risk, Water Assesment, dan Waste Management Technology Best Practices. 

Kegiatan diawali dengan opening remarks dari Bapak Widi yang mewakili Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jawa Tengah. Ia mengungkapkan dampak perubahan iklim sudah dirasakan, banjir bahkan terjadi di daerah atas merupakan hal yang sangat jarang terjadi. Ia menambahkan perlunya kolaborasi dalam upaya mitigasi perubahan iklim. 

“Kita tidak bisa jalan sendiri. Kita selalu mengajak stakeholders termasuk diantaranya Bintari, juga YRE untuk terus melakukan mitigasi perubahan Iklim.”  

DLH Jawa Tengah memiliki program yang bisa dikolaborasikan dengan program-program di YRE seperti Kampung Iklim. kemudian ada juga, juga program Desa Lestari yang memberi penghargaan dan pendampingan pada pemerintah desa yang telah melakukan upaya-upaya perlindungan dan pelestarian lingkungan serta pengembangan ekonomi berbasis lingkungan. DLH Jawa Tengah sangat mendukung program ini, berharap kedepan lebih berkembang lagi dan bisa melibatkan lebih banyak lagi lembaga koperasi yang lain. 

Kegiatan pelatihan dipandu oleh Mas Inung & Mbak Mega. Mas Inung selanjutnya menjelaskan tentang resiko iklim dan kaitannya dengan analisa resiko dalam perspektif keuangan dalam konteks koperasi. Ia mengungkapkan bahwa tanpa intervensi kebijakan Indonesia berpotensi mengalami kerugian hingga 500 triliun rupiah selama 2020-2024 akibat dampak perubahan iklim. Wilayah yang hingga saat ini terpantau paling rawan teruma adalah wilayah pesisir.  

“Perubahan iklim mengacu pada perubahan jangka panjang dalam suhu dan pola cuaca. Sebelum tahun 1800-an, perubahan iklim terjadi karena faktor alam, perubahan iklim meningkat sejak era industrialisasi terutama akibat penggunaan bahan bakar fosil. Dari sisi suhu, selama periode 40 tahun terakhir, terjadi kenaikan suhu 0,3 derajat celcius dalam satu dekade. Kenaikan suhu ini secara langsung akan membuat permukaan laut meningkat. Rata-rata kenaikan laut di Indonesia mencapai 4 mm setiap tahun, lebih tinggi dibanding rata-rata secara global 3 mm setiap tahun.” Ungkap Mas Inung. 

   

Di Jawa Tengah sendiri terjadi peningkatan suhu, perubahan curah hujan hingga pergeseran musim. Umumnya yang paling dirasakan adalah semakin ekstrimnya perubahan cuaca. Misal curah hujan 200 mm yang seharusnya terjadi selama 4 bulan, bisa terjadi hanya dalam 2 bulan. Hal ini yang yang membuat kondisi menjadi ekstrim bahkan mengakibatkan banjir. Selama ini dampak perubahan iklim selalu hanya dikaitkan dengan level makro (dampak dalam skala nasional atau regional), Kemudian pertanyaannya, apa dampaknya pada level mikro, dampak terhadap personal, bagi keluarga, atau organisasi atau kelompok. 

Kemudian Mbak Mega menerangkan kepada para peserta bagaimana menghitung risiko dampak perubahan iklim pada level mikro, dengan rumus dasar: 

R = H x V 

R: Risiko (Risk) 

H: Bahaya (Hazard) 

V: Kerentanan (Vulnerability) 

Risiko dipengaruhi oleh Bahaya dan Kerentanan. Bahaya adalah hal yang menjadi penyebab suatu bencana dan perubahan iklim, sedangkan kerentanan sendiri adalah gambaran seberapa besar kemungkinan masyarakat dan atau dalam konteks ini adalah usaha yang terkena dampak negatif. Tujuan dari Climate Risk Assessment ini adalah selain untuk menghitung resiko secara keuangan, harapannya koperasi-koperasi di kemudian hari bisa menjadi agen untuk membuat masyarakat menjadi lebih resilien atau memiliki daya lenting terhadap perubahan iklim. 

Pendekatan asesmen terhadap resiko perubahan iklim bisa melalui dua perspektif yaitu skala konsekuensi (bencana/bahaya) dan skala kemungkinan (terjadinya bencana/bahaya). Skala konskuensi adalah besarnya kerusakan yang disebabkan suatu kejadian (bahaya, bencana dan non-bencana) akibat dari perubahan iklim. Skalanya dibagi menjadi tiga; signifikan, menengah dan katastropik. Skala kemungkinan adalah peluang terjadinya suatu bahaya akibat perubahan iklim dengan nenimbang perkiraan perubahan variabel iklim terjadi.

Asesmen Risiko Perubahan Iklim  

Setelah menjelaskan secara teoritis, Trainer mengajak peserta untuk bermain role play. Pemeran dibagi menjadi dua, surveyor dan calon anggota. Role play ini menampilkan bagaimana surveyor memakai tools analisis resiko yang sebelumnya sudah dipelajari bersama dalam sesi, sementara calon anggota yang profile-nya sudah ditentukan akan berusaha meyakinkan surveyor dari koperasi. 

Pada sesi berikutnya masing-masing kelompok mendiskusikan indikator penilaian kerentanan klaster bisnis, informasi apa yang perlu ditanyakan untuk mengetahui tingkat kerentanan sebuah usaha, dan kepada siapa pertanyaan itu perlu diajukan. Setelah rangkaian diskusi, peserta kemudian diberi kesempatan memaparkan hasil diskusi kelompoknya. Sebagai penutup dari rangkaian kegiatan, peserta menyusun rencana tindak lanjut yang akan diimplementasikan di masing-masing koperasi nantinya. 

18 April 2024