Anggrek Bersemi di tengah Pandemi: Respon Fisiologis dan Morfologis Anggrek Dendrobium terhadap Bioslurry Cair

Ditulis Oleh:
Jihan A. As-sya’bani
Technical Field Assistant | Rumah Energi
j.ahmad@rumahenergi.org

Anggrek, keluarga tanaman yang tergolong sebagai Orchidaceae, sudah sangat dikenal sebagai salah satu bunga yang disukai banyak orang karena mudah perawatannya dan tidak membutuhkan perhatian ekstra agar dapat berbunga. Diantara lebih dari 43.000 spesies yang ada, Indonesia teridentifikasi menyumbangkan lebih dari 5.000 spesies yang tersebar di penjuru nusantara.1 Salah satu jenis yang paling populer di Indonesia adalah genus Dendrobium yang hidupnya epifit atau menempel pada tanaman lain atau bahkan menempel pada tebing dan bebatuan yang berlumut.

Bio-slurry atau lebih dikenal di Indonesia sebagai ampas biogas sudah cukup banyak dikenal oleh para petani padi, hortikultura, maupun petani hidroponik akan efektifitasnya sebagai pupuk alami dalam merangsang pertumbuhan tanaman. Pada tanaman daun-daunan seperti kangkung, pakcoy, dan tembakau, bio-slurry dapat membantu percepatan pertumbuhan dan juga pembentukan daun yang lebih lebar dan lebih hijau. Pada tanaman serealia seperti jagung dan padi, bio-slurry dapat merangsang pembentukan buah (tongkol jagung dan bulir padi) yang lebih banyak dan masa pemasakan buah yang lebih cepat.

Eksperimen Bio-slurry pada Anggrek

Hasil temuan Hasanuddin bersama Rumah Energi pada demoplot tanaman jagung menunjukkan bahwa bio-slurry padat dan cair memiliki fungsi yang sedikit berbeda pada tanaman. Bio-slurry cair menunjukkan kemampuan merangsang pembentukan buah yang lebih banyak. Hal serupa berlaku untuk tanaman anggrek. Selama masa pandemi Covid-19 ini, sebuah eksperimen TANPA variabel terukur dilakukan pada anggrek untuk melihat respon tanaman tersebut terhadap bio-slurry cair. Dalam kurun waktu satu bulan, dilakukan penyemprotan bio-slurry cair pada anggrek yang sudah diencerkan dengan konsentrai 800 ppm. Penyemprotan dilakukan setiap pagi hari sekitar pukul 08.00 – 10.00 WITA pada akar dan daun anggrek. Alih-alih bio-slurry hanya merangsang pertumbuhan daun dan bunga, anggrek ternyata juga memberikan respon yang berbeda pada akar dan tunasnya.

Pada anggrek yang bersifat epifit, akar memiliki peran ganda sebagai organ untuk menyerap air dan nutrisi serta sebagai organ untuk menempel pada tanaman atau media lainnya.2 Sebelum dilakukan penyemprotan menggunakan bio-slurry, bentuk fisik akar yang ditunjukkan hampir secara keseluruhan berwarna putih hingga ke ujung akar karena tertutup velamen yang mencegah penguapan. Pasca pemupukan, perubahan signifikan mulai ditunjukkan oleh akar napas yang menggantung bebas, dari yang semula tertutup velamen secara keseluruhan menjadi tumbuh dan berwarna kehijauan karena tidak tertutup oleh velamen lagi. Panjang akar yang tidak tertutup velamen ini bervariasi antara 5mm hingga 15mm. Hal ini menunjukkan bahwa akar anggrek beradaptasi terhadap bio-slurry yang disemprotkan dengan menambahkan akar yang tidak tertutup velamen untuk menyerap nutrisi dari bio-slurry yang lebih banyak.


Gambar 1. Akar napas anggrek yang tumbuh dan tidak tertutup velamen (warna kehijauan).

Respon berikutnya juga ditunjukkan oleh tunas anggrek. Tunas sebenarnya merupakan salah satu cara regenerasi yang dilakukan oleh anggrek secara vegetatif, yaitu tanpa melalui penyerbukan antara putik dengan serbuk sari. Agar tanaman anggrek dapat bertunas, ia harus mendapatkan rangsang dari hormon pertumbuhan yang disebut sitokinin dan auksin3,4 baik yang diproduksi secara internal maupun eksternal. Pasca penyemprotan, muncul tunas-tunas baru di beberapa tempat yang tidak diperkirakan akan tumbuh tunas. Tempat tersebut seperti pada batang yang tampak sudah mati dan tidak ada daunnya atau bahkan di antara akar-akar yang menempel pada batang tanaman induk. Bahkan kemunculan tunas-tunas baru tersebut tidak diperkirakan sama sekali. Merujuk pada kalimat sebelumnya tentang pertunasan anggrek, hal ini mengindikasikan kandungan sitokinin dan auksin pada bio-slurry dan mengonfirmasi adanya formon pertumbuhan yang dilaporkan oleh Program BIRU.5 Namun sayangnya belum ada penelitian lebih lanjut tentang konsentrasi hormon pertumbuhan tersebut dalam bio-slurry.


Gambar 2. Pertumbuhan tunas pada anggrek sebagai respon terhadap penyemprotan bio-slurry.

Jika pertunasan adalah pertumbuhan vegetatif, maka pembungaan merupakan bagian pertumbuhan generatif yang melibatkan penyerbukan putik oleh serbuk sari. Pembungaan juga dipengaurhi oleh hormon yang sama. Pada anggrek yang menjadi bahan eksperimen ini, biasanya dalam satu kali periode berbunga hanya ada satu atau dua batang bunga saja. Akan tetapi pasca penyemprotan yang dilakukan, setidaknya sudah ada tiga batang bunga yang masih mekar dan ada tiga batang lainnya yang akan menjadi calon batang pembungaan. Selain itu, tampaknya juga periode pemekaran bunga menjadi lebih lama dibandingkan sebelumnya. Respon ini mengisyaratkan bahwa secara alamiah (tanpa proses fermentasi lanjutan) bio-slurry telah memiliki komposisi yang tepat untuk memacu produktivitas pertumbuhan dan regenerasi tanaman bunga.

Gambar 3. Batang calon bunga yang mulai tumbuh.

Respon yang agak mengejutkan justru diberikan oleh daun karena ia seolah tidak memberikan respon apapun. Tidak ada pembentukan daun yang menjadi lebih lebar atau lebih hijau seperti yang terjadi pada tanaman sayur-mayur. Pertumbuhan daun memang terjadi, namun masih dalam batas pertumbuhan yang biasa terjadi.

Peran Bio-slurry dalam Agribisnis Anggrek

Respon anggrek terhadap bio-slurry pada pertunasan dan pembungaan mengimplikasikan sebuah potensi yang cukup bagus bagi sektor agribisnis tanaman anggrek. Mengapa? Karena bio-slurry mampu merangsang pertumbuhan vegetatif melalui pertunasan dan pertumbuhan generatif melalui pembungaan. Dua poin inilah yang menjadi daya dukung bio-slurry terhadap agribisnis anggrek. Dalam bahasa bisnis, bio-slurry dapat membantu pelaku agribisnis anggrek untuk memenuhi permintaan anggrek melalui sistem stek yang pertunasannya dirangsang oleh bio-slurry tersebut dan tanaman anggreknya menjadi lebih menarik bagi konsumen karena pembungaan yang lebih baik. Sedangkan bagi pecinta tanaman hias, bio-slurry dapat menjaga anggrek sebagaimana fungsi yang diharapkan: berbunga lebih lama dan memperindah rumah dan halaman.

Penutup

Bio-slurry atau yang disebut sebagai digestat biogas telah ada dalam IEA Bioenergy Task 37 sebagai pupuk organik dan pembenah tanah organik. Ia telah menjadi bagian dari standar pertanian berkelanjutan dan cerdas iklim. Meski demikian, dosis, proses lanjutan, serta penggunaan yang efektif masih perlu dirumuskan melalui sebuah penelitian ilmiah yang terukur.

Eksperimen ini memang hanya sebuah eksperimen tanpa variabel yang terukur, sehingga simpulan yang didapatkan masih jauh dari kata ilmiah. Namun setidaknya, eksperimen sederhana ini dapat membuka pintu menuju penelitian ilmiah yang lebih jauh. Masih banyak potensi bio-slurry yang dapat dijelajahi untuk tanaman-tanaman lainnya, baik tanaman pangan, tanaman hias, maupun tumbuh-tumbuhan lainnya. Masih minimnya literatur yang mengulas bio-slurry serta manfaatnya terhadap tanaman membuka kesempatan penelitian yang lebih luas.

Referensi:

1 https://indonesia.go.id/ragam/keanekaragaman-hayati/sosial/anggrek-indonesia

2 Sutiyoso, Y. dan Sarwono, B., 2009, Merawat Anggrek, Jakarta: Penebar Swadaya, hlm. 72

3 Suratniasih, N. K. M., et. al., 2017, Panjang Batang danKonsentrasi Zat Pengatur Tumbuh Zeatin Berpengaruh Terhadap Pertumbuhan Vegetatif Anggrek Dendrobium sonia, JURNAL METAMORFOSA IV (2): 271-278 (2017)

4 Zulkhaidhah, et. al., 2019, RESPON PERTUMBUHAN STEK BATANG ANGGREK Dendrobium secundum (BI.) Lindl. PADA KOMBINASI KONSENTRASI DAN INTENSITAS PEMBERIAN ZAT PENGATUR TUMBUH, J. ForestSains 16 (2) : Juni 2019 (54 – 59)

5 Hivos dan Rumah Energi, 2016, Pedoman Pengguna & Pengawas Pengelolaan dan Pemanfaatan Bio-slurry, Jakarta: Rumah Energi.

30 Mei 2020