Rayakan Idul Adha dengan Menjaga Kelestarian Lingkungan

Tanggal 5 Juni diperingati sebagai Hari Lingkungan Hidup Sedunia yakni seruan kolektif untuk menyelamatkan bumi dari ancaman kerusakan ekologis. Tahun ini, peringatan tersebut datang berdekatan dengan perayaan Idul Adha, sebuah momentum spiritual umat Islam yang sarat dengan makna pengorbanan dan kepedulian. Kedekatan waktu ini seolah menjadi pengingat, bahwa ibadah dan kelestarian alam bukanlah dua hal yang terpisah. Keduanya dapat berjalan seiring, saling memperkuat, dan mencerminkan esensi keimanan yang holistik—yakni taat kepada Sang Pencipta sekaligus peduli terhadap ciptaan-Nya.
Setiap tahun, jutaan umat Muslim di Indonesia menanti datangnya Idul Adha dengan penuh sukacita. Idul Adha atau yang akrab disebut Lebaran Haji ini bukan hanya menjadi momentum spiritual, tetapi juga wadah untuk berbagi dan menumbuhkan empati sosial melalui ibadah kurban. Namun, di balik semangat pengorbanan dan kepedulian terhadap sesama, ada satu aspek yang sering terabaikan: dampak lingkungan dari pelaksanaan kurban itu sendiri.
Limbah dari proses penyembelihan, bau menyengat dari sisa darah, serta kantong-kantong plastik untuk pendistribusian daging, menjadi pemandangan umum setiap kali Idul Adha tiba. Meski terjadi hanya setahun sekali, skala dan volume kegiatan ini cukup besar untuk menimbulkan efek lingkungan yang signifikan jika tidak dikelola dengan bijak. Padahal, ajaran Islam sendiri sejatinya sangat menjunjung tinggi prinsip menjaga keseimbangan alam. Dalam Al-Qur’an, manusia ditugaskan sebagai khalifah di bumi, yang berarti bertanggung jawab atas kelestarian ciptaan-Nya. Maka, sudah semestinya nilai-nilai ramah lingkungan juga diterapkan dalam ibadah seperti kurban.

Pada 30 Mei 2025 lalu, Kementerian Lingkungan Hidup mengeluarkan surat edaran yang mengimbau masyarakat untuk meninggalkan penggunaan plastik sekali pakai dalam pendistribusian daging kurban. Sebagai gantinya, masyarakat diajak menggunakan wadah yang lebih ramah lingkungan seperti besek bambu atau daun pisang. Imbauan ini selaras dengan kampanye global #BeatPlasticPollution, yang mendorong setiap individu untuk mengambil langkah kecil namun berarti dalam mengurangi sampah plastik.
Namun lebih dari sekadar mengganti wadah, pendekatan ramah lingkungan dalam kurban bisa melangkah lebih jauh — dengan memanfaatkan limbah organik hewan kurban sebagai sumber energi bersih.
Tahukah Anda bahwa darah, isi rumen, dan kotoran hewan kurban bisa diolah menjadi biogas? Melalui proses fermentasi oleh bakteri metanogenik, bahan-bahan organik ini dapat menghasilkan gas metana yang bisa digunakan untuk kebutuhan energi sehari-hari. Dalam praktiknya, darah dan rumen dicampur air hingga berbentuk encer, lalu dimasukkan ke dalam reaktor biogas. Proses ini memakan waktu sekitar 5 hingga 8 jam sebelum gas yang dihasilkan siap dimanfaatkan. Tak hanya itu, ampas hasil produksi biogas pun tidak terbuang sia-sia dan bisa dimanfaatkan sebagai pupuk alami yang menyuburkan tanaman.

Bayangkan jika setiap Idul Adha kita mampu mengolah limbah dari lebih dari satu juta hewan kurban menjadi energi bersih. Maka, perayaan keagamaan yang sakral ini tak hanya menjadi sarana mendekatkan diri kepada Allah SWT, tetapi juga menjadi wujud nyata tanggung jawab manusia dalam menjaga bumi. Penerapan nilai-nilai ini tentu memerlukan peran serta berbagai pihak. Pemuka agama, pengurus masjid, panitia kurban, hingga masyarakat luas perlu memiliki pemahaman dan kesadaran kolektif akan pentingnya menjaga lingkungan. Sebab ibadah sejati tidak berhenti pada penyembelihan hewan atau retorika semata. Ia tercermin pula dalam tindakan konkret untuk melestarikan ciptaan-Nya. Dengan begitu, kurban menjadi bukan hanya pengorbanan untuk sesama, tetapi juga persembahan cinta untuk bumi dan seluruh penghuninya.
Inilah esensi yang sejalan dengan semangat Indonesia Berdaya yang diusung oleh Rumah Energi— gerakkan yang mendorong terciptanya masyarakat yang mandiri secara energi, peduli terhadap lingkungan, dan aktif dalam membangun keberlanjutan dari tingkat lokal. Mengelola limbah kurban menjadi biogas, mengganti plastik dengan wadah alami, atau sekadar menyebarkan kesadaran melalui dakwah dan aksi komunitas, semuanya adalah wujud kecil dari langkah besar menuju kemandirian dan kepedulian bersama.
Ditulis oleh: Jenni Irene Connie
Disunting oleh: Fauzan Ramadhan