Pelatihan dan Peningkatan Kapasitas tentang Perubahan Iklim dan Krisis Air yang digelar di Desa Pasirranji, Bekasi, dan Desa Wanakerta, Karawang menjadi ruang belajar sekaligus refleksi warga terhadap kondisi lingkungan mereka. Melalui sesi interaktif, para peserta — mulai dari kader posyandu hingga perangkat desa — memahami kembali pentingnya siklus air dan mengenali tanda-tanda perubahan iklim yang mereka alami sendiri: musim yang tak menentu, suhu yang kian panas, dan akses air bersih yang makin sulit saat kemarau.

Diskusi kelompok mengungkap perubahan nyata dalam kehidupan sehari-hari. “Dulu udara dingin dan air bening, kini banyak industri dan air dari Sungai Cibeet sudah tidak seperti dulu,” ungkap Bapak Mahmur, tokoh masyarakat setempat. Cerita lain datang dari Ibu Yanti, yang kini harus membeli air seharga Rp70.000 untuk kebutuhan dua hingga tiga hari. Warga juga menyebut bahwa air sumur semakin dalam, sungai tercemar, dan mereka harus menyiasati kondisi dengan toren dan sistem endapan air.

Meski tantangan semakin besar, masyarakat mulai menunjukkan kesadaran dan upaya adaptasi. Mereka menyadari pentingnya solusi kolektif — dari pembangunan infrastruktur penampungan air, edukasi tentang hemat air, hingga kolaborasi lintas sektor. Inisiasi bersama yang dihadirkan oleh Rumah Energi dan Microsoft menjadi pemantik penting dalam memperkuat kapasitas masyarakat menghadapi krisis air dan perubahan iklim. Ini tak hanya tentang berbagi pengetahuan, tetapi juga membangun ruang partisipasi aktif yang menempatkan masyarakat sebagai pengambil peran utama dalam menjaga sumber daya air di wilayah mereka.

Semangat ini sejalan dengan visi Indonesia Berdaya yang digadang oleh Rumah Energi, yaitu menempatkan masyarakat sebagai aktor utama dalam menciptakan ketahanan lingkungan, serta mendorong aksi nyata dalam adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.

Ditulis oleh: Luthfi Firmansyah

Disunting oleh: Fauzan Ramadhan